Masa Kecil Soeharto di Wuryantoro: Awal Pembentukan Karakter Sang Presiden – Masa Kecil Soeharto di Wuryantoro: Awal Pembentukan Karakter Sang Presiden
Oleh: Martin Sitompul | 19 November 2025
Presiden Soeharto resmi dinobatkan sebagai pahlawan nasional pada 2025. Menurut Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Kehormatan, jasa Soeharto tercatat dalam dua momen penting: memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta serta menumpas PKI pasca Peristiwa G30S 1965. Meski dikenal sebagai Bapak Pembangunan selama masa kepresidenannya (1966–1998), perjalanan masa kecil Soeharto jarang dibahas secara mendetail.
Lahir di Kemusuk, Tumbuh di Wuryantoro
Soeharto lahir pada 8 Juni 1921 di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, Yogyakarta. Ia adalah anak dari Sukirah dan Kertosudiro, yang kala itu bekerja sebagai ulu-ulu, pembantu lurah yang mengatur irigasi pertanian. Perceraian orangtuanya terjadi tak lama setelah kelahiran Soeharto, sehingga masa kecilnya tidak selalu stabil.
Pada usia delapan tahun, Soeharto dipindahkan oleh ayahnya untuk tinggal bersama bibinya dan suaminya, Prawirowihardjo, seorang mantri tani di Wuryantoro, Jawa Tengah. Keluarga angkat ini memperlakukan Soeharto seperti anak sendiri, menjadikannya anak tertua dalam rumah tangga tersebut. Masa inilah yang menurut Soeharto merupakan periode paling bahagia dalam hidupnya.
Pendidikan dan Kehidupan Sehari-hari di Wuryantoro
Di Wuryantoro, Soeharto menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat “Ongko Loro”, di mana ia menonjol terutama dalam pelajaran berhitung. Teman-teman sebayanya menggambarkan Soeharto sebagai anak pendiam, sederhana, namun cerdas dan suka bergurau. Aktivitasnya antara lain bermain kelereng (gundu), sepakbola, dan berkeliling pedesaan.
Selain sekolah, Soeharto belajar bertani dari Prawirowihardjo. Ia sering ikut penyuluhan pertanian dan kegiatan bercocok tanam di desa, pengalaman yang membentuk kecintaannya terhadap sektor pertanian di masa depan. Salah satu kisah terkenal adalah kegigihan Soeharto menjaga tanaman bawang di malam hari hingga ia rela menginap di ladang, menunjukkan dedikasi dan rasa tanggung jawabnya yang tinggi sejak kecil.
Nilai dan Filsafat Hidup Jawa
Masa kecil di Wuryantoro juga memperkenalkan Soeharto pada nilai-nilai Jawa dan budi pekerti yang kelak menjadi prinsip hidupnya. Ia memegang teguh ajaran “aja kagetan, aja gumunan, aja dumeh” (jangan kaget, jangan heran, jangan sombong) serta menghormati Tuhan, guru, pemerintah, dan orang tua. Sejarawan Robert Elson mencatat bahwa pengalaman ini membentuk pandangan Soeharto tentang kebijaksanaan dan pengetahuan yang bermanfaat.
Warisan Masa Kecil yang Terasa hingga Dewasa
Soeharto meninggalkan Wuryantoro setelah menyelesaikan pendidikan dasar pada 1931 dan melanjutkan sekolah rendah lanjutan di Wonogiri. Puluhan tahun kemudian, sebagai presiden, ia tetap menunjukkan perhatian pada kampung masa kecilnya. Pada 1969, Soeharto menyumbangkan empat pompa air untuk membantu pengairan di Wuryantoro, mewujudkan kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat desa yang telah membentuk dirinya.
Masa kecil Soeharto di Wuryantoro menjadi fondasi karakter, disiplin, dan nilai-nilai kehidupan yang kemudian mewarnai perjalanan hidupnya sebagai pemimpin nasional.